Film "Natalan" di Hari Natal
Momment Natal
seperti ini, mengingatkan saya pada film Natalan. Saat itu, Saya datang ke Jaff
pada hari sabtu, tanggal 5 desember 2015. Saya langsung menonton Light of Asia,
kompilasi film pendek dari Asia. Salah satu film yang cukup menarik perhatian
saya adalah Film berjudul “Natalan”. Kata Natalan memang tak asing lagi
ditelinga saya. Saya sedikit penasaran dengan isi filmnya, dan saya pun dengan
sengaja tidak membaca sinopsisnya sama sekali karena takut nantinya saya malah
menebak-nebak alur cerita, bukannya menikmati film.
Film yang
disutradarai Sidharta ini adalah sebuah film dengan genre drama, yang menurut
saya menggambarkan kesepian, rindu dan harapan. Drama memang genre yang umum
dan sering digunakan, beberapa orang bahkan menganggap remeh film drama. Mereka
berpendapat bahwa film drama adalah film yang paling mudah dibuat. Jika
mendengar ada orang yang berkata seperti itu, rasanya ingin sekali menantang
orang itu untuk membuat film drama yang bisa menyentuh hati penontonnya. Menurut saya semua itu tidak mudah. Film
drama memang terlihat simple, namun yang paling sulit adalah memberi “feel”
pada sebuah film, membuat para penonton untuk ikut terbawa secara emosional
dalam alur cerita.
Saat menonton
film ini, awalnya saya masih menerka-nerka apa yang terjadi dengan tokoh Resnu yang
diperankan Ramon Y. Tungka dan Dinda yang diperankan Clara Soetedja. Sepanjang film
ini mereka lebih banyak berada dalam mobil. Mereka sedang menempuh perjalanan dari
Jakarta ke jogja, untuk merayakan Natal bersama keluarga. Mereka jarang sekali
berbicara satu sama lain. Resnu terlihat lelah, mengantuk dan kesal. Resnu jarang
sekali berbicara, seakan menyimpan kekesalan dalam sikap diamnya, sedangkan
Dinda justru lebih banyak berbicara sekalipun hanya lewat telfon.
Sementara di
satu sisi ada seorang Ibu yang sedang menunggu, menunggu kedatangan anak yang
selama ini tidak pulang. Sang ibu terlihat sibuk mempersiapkan beberapa masakan
untuk menyambut kedatangan putra semata wayangnya itu. Sesekali Ibu itu
berusaha menelfon anaknya untuk sekedar menanyakan kabar sudah sampai dimana mereka,
namun telfon itu tidak pernah diangkat. Si ibu tetap berfikiran positif,
mungkin anaknya sedang sibuk menyetir. Ibu itu pun kembali melanjutkan
persiapannya di dapur. Melihat adegan ini saya jadi terbayang betapa sedihnya
perasaan mama saya ketika saya kerja di luar kota dan saya tidak mau mengangkat
telfonnya. Film ini berhasil menyindir para perantau yang seringkali lupa pada
orang tua mereka di rumah.
Menurut saya,
dalam film ini Sidharta mampu memberi feel pada filmnya dan membawa saya secara
emosional untuk larut dalam alur cerita, hingga tanpa terasa pun, saya menangis
diakhir cerita. Saya segera menghapus air mata itu karena malu, tapi ternyata
beberapa teman saya pun sama dengan saya, mereka menangis di akhir cerita. Kami
merasa terikat secara emosi dengan sosok si Ibu dan kesedihan itu pun menular
pada kita.
Beberapa hal
yang menurut saya sangat menunjang suksesnya film ini dalam memainkan emosi
penonton selain cerita, serta akting para pemainnya adalah gambar dan lagu.
Salah satu adegan favorit saya adalah ketika makan malam, gambar yang
membandingkan dua meja makan dengan dua keadaan yang sangat bertolak belakang. Gambar
itu menurut saya sangat pas dan karena gambar itu lah saya menangis. Selain
karena gambar, lagu-lagu atau scoring dalam film ini pun cukup menyentuh dan
membuat penonton semakin terbawa dalam suasana malam Natal dan alur cerita film
Natalan.
Secara
keseluruhan, menurut saya film ini cukup simple dan memiliki feel yang cukup
kuat. Masalah rating, saya memberikan bintang 4, karena secara pribadi saya
suka film ini. Film ini seperti menjawab apa yang saya ingin buat. Saya ingin sekali
membuat film tentang Ibu dan saya juga ingin membuat film dengan melibatkan
simbol-simbol agama Katolik. Dua hal yang saya inginkan itu kebetulan terwujud
dalam film ini. Saya pun termotivasi kembali untuk membuat film setelah melihat
film “Natalan”. Terlepas dari itu semua, saya setuju jika Film yang menjadi
nominasi film pendek terbaik di FFI 2015 dan berkompetisi dalam JAFF 2015 ini
layak ditonton bersama keluarga di hari Natal, di bulan desember atau pun di
bulan lainnya.
Merry Christmas buat semua yang merayakan.....God Bless You all :D
(Thank you yang udah baca, maaf
nulisnya masih belom rapi – Indiana Yanuar - 25 desember 2015)