Kamis, 24 Desember 2015

Film "Natalan" di Hari Natal



Film "Natalan" di Hari Natal




Momment Natal seperti ini, mengingatkan saya pada film Natalan. Saat itu, Saya datang ke Jaff pada hari sabtu, tanggal 5 desember 2015. Saya langsung menonton Light of Asia, kompilasi film pendek dari Asia. Salah satu film yang cukup menarik perhatian saya adalah Film berjudul “Natalan”. Kata Natalan memang tak asing lagi ditelinga saya. Saya sedikit penasaran dengan isi filmnya, dan saya pun dengan sengaja tidak membaca sinopsisnya sama sekali karena takut nantinya saya malah menebak-nebak alur cerita, bukannya menikmati film.
Film yang disutradarai Sidharta ini adalah sebuah film dengan genre drama, yang menurut saya menggambarkan kesepian, rindu dan harapan. Drama memang genre yang umum dan sering digunakan, beberapa orang bahkan menganggap remeh film drama. Mereka berpendapat bahwa film drama adalah film yang paling mudah dibuat. Jika mendengar ada orang yang berkata seperti itu, rasanya ingin sekali menantang orang itu untuk membuat film drama yang bisa menyentuh hati penontonnya.  Menurut saya semua itu tidak mudah. Film drama memang terlihat simple, namun yang paling sulit adalah memberi “feel” pada sebuah film, membuat para penonton untuk ikut terbawa secara emosional dalam alur cerita.
Saat menonton film ini, awalnya saya masih menerka-nerka apa yang terjadi dengan tokoh Resnu yang diperankan Ramon Y. Tungka dan Dinda yang diperankan Clara Soetedja. Sepanjang film ini mereka lebih banyak berada dalam mobil. Mereka sedang menempuh perjalanan dari Jakarta ke jogja, untuk merayakan Natal bersama keluarga. Mereka jarang sekali berbicara satu sama lain. Resnu terlihat lelah, mengantuk dan kesal. Resnu jarang sekali berbicara, seakan menyimpan kekesalan dalam sikap diamnya, sedangkan Dinda justru lebih banyak berbicara sekalipun hanya lewat telfon. 

Sementara di satu sisi ada seorang Ibu yang sedang menunggu, menunggu kedatangan anak yang selama ini tidak pulang. Sang ibu terlihat sibuk mempersiapkan beberapa masakan untuk menyambut kedatangan putra semata wayangnya itu. Sesekali Ibu itu berusaha menelfon anaknya untuk sekedar menanyakan kabar sudah sampai dimana mereka, namun telfon itu tidak pernah diangkat. Si ibu tetap berfikiran positif, mungkin anaknya sedang sibuk menyetir. Ibu itu pun kembali melanjutkan persiapannya di dapur. Melihat adegan ini saya jadi terbayang betapa sedihnya perasaan mama saya ketika saya kerja di luar kota dan saya tidak mau mengangkat telfonnya. Film ini berhasil menyindir para perantau yang seringkali lupa pada orang tua mereka di rumah.
Menurut saya, dalam film ini Sidharta mampu memberi feel pada filmnya dan membawa saya secara emosional untuk larut dalam alur cerita, hingga tanpa terasa pun, saya menangis diakhir cerita. Saya segera menghapus air mata itu karena malu, tapi ternyata beberapa teman saya pun sama dengan saya, mereka menangis di akhir cerita. Kami merasa terikat secara emosi dengan sosok si Ibu dan kesedihan itu pun menular pada kita.
Beberapa hal yang menurut saya sangat menunjang suksesnya film ini dalam memainkan emosi penonton selain cerita, serta akting para pemainnya adalah gambar dan lagu. Salah satu adegan favorit saya adalah ketika makan malam, gambar yang membandingkan dua meja makan dengan dua keadaan yang sangat bertolak belakang. Gambar itu menurut saya sangat pas dan karena gambar itu lah saya menangis. Selain karena gambar, lagu-lagu atau scoring dalam film ini pun cukup menyentuh dan membuat penonton semakin terbawa dalam suasana malam Natal dan alur cerita film Natalan.
Secara keseluruhan, menurut saya film ini cukup simple dan memiliki feel yang cukup kuat. Masalah rating, saya memberikan bintang 4, karena secara pribadi saya suka film ini. Film ini seperti menjawab apa yang saya ingin buat. Saya ingin sekali membuat film tentang Ibu dan saya juga ingin membuat film dengan melibatkan simbol-simbol agama Katolik. Dua hal yang saya inginkan itu kebetulan terwujud dalam film ini. Saya pun termotivasi kembali untuk membuat film setelah melihat film “Natalan”. Terlepas dari itu semua, saya setuju jika Film yang menjadi nominasi film pendek terbaik di FFI 2015 dan berkompetisi dalam JAFF 2015 ini layak ditonton bersama keluarga di hari Natal, di bulan desember atau pun di bulan lainnya.

Merry Christmas buat semua yang merayakan.....God Bless You all :D 


(Thank you yang udah baca, maaf nulisnya masih belom rapi – Indiana Yanuar - 25 desember 2015)

5 komentar:

  1. Halo boleh kasih link filmnya saya mau nonton namun susah mendapatkanny 🙏🏻tolong ya, terimakaaih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Hallo juga, maaf saya waktu itu nonton di Jaff jadi tidak punya linknya, coba hubungi sutradaranya aja di twitter, waktu itu saya hubungi lewat twitter

      Hapus
    3. Hai, saya kmrn nonton film ini. FIlm ini sempat dipost oleh rumah produksinya di youtube. Coba cari di profile Kebon Studio Film di Youtube

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus