Senin, 14 Desember 2015

Kisah yang dipaksa usai



Kami masih terus berjalan dalam diam. Berjalan dan terus berjalan entah akan berhenti dimana, apakah sampai kaki ini sudah tak kuat lagi untuk berjalan baru kita akan berhenti. Ilham sesekali melihat ke arahku dengan tatapan yang tak dapat kumengerti. Tangannya terus meremas tanganku dengan erat seakan takut kalau genggaman tangan kami akan terlepas dan aku akan menghilang dikerumunan orang.

Beberapa orang berjalan disekitar kami, bahkan ada yang berlawanan arah dengan kami. Suasana taman malam ini memang sangat ramai, tidak seperti biasanya. Semua suasana dan kondisi yang kami alami malam ini sama persis dengan apa yang kita alami dalam hubungan kita selama ini. Hubungan yang terus berjalan dengan baik, namun kita tak pernah tahu kapan bisa sampai tujuan.

“Udah Ham, aku capek..” Siska berhenti berjalan dan duduk di dekat sebuah pot tanaman yang sangat besar. Siska berusaha melepas genggaman tangan Ilham, namun genggaman itu susah terlepas. Ilham ikut berhenti berjalan dan duduk disebelah Siska.

“Aku juga capek sebenernya Sis, kita dari tadi jalan dan nggk nemu tempat yang oke buat duduk.” Ilham melepas genggaman tangannya dan mengelap dahinya yang berkeringat.

“Sekarang kita udah duduk kan,,, ngapain coba dari tadi susah-susah nyari tempat, padahal gampang tinggal duduk disini” Siska tertawa sambil menutup mukanya dengan kedua tangannya. Siska nampak meremas rambutnya, tanda Ia sudah mulai frustasi.

“Sabar lah Sis,, kan kita tadi usaha cari tempat lain yang lebih oke.” Ilham meremas bahu Siska mencoba menenangkan.

“Sabar ?” Siska menghembuskan nafas dengan malas, “Apa yang kita lakuin malam ini tuh sama persis kayak hubungan kita Ham..” Siska menatap serius ke arah Ilham.

Ilham terlihat sedikit bingung, “Maksud kamu ? masak hubungan kita disamain sama nyari tempat duduk ?”

“Kita tuh pacaran udah lima tahun Ham, dan hubungan ini jalan di tempat terus, padahal kita udah tahu tujuannya, sama kayak nyari tempat duduk tadi, jalan terus padahal banyak tempat yang bisa dijadikan tempat duduk di sekitar kita.” Siska berusaha menjelaskan panjang lebar.

“Iya kita udah tau tujuannya, tapi kita nggk bisa sampai kesana Sis. Kita beda dan perbedaan itu susah untuk disatukan.” Ilham berusaha menenangkan Siska.

“Terus kalau kita udah tau endingnya, kenapa kita jalani terus Ham,,” Siska masih terlihat emosi.

“Sabar dong Sis, aku lagi usaha untuk cari solusi, gimana caranya kita bisa sah secara hukum dan sah secara agama.”

“Aku udah capek Ham, sama kayak hari ini, kita muter-muter cari tempat duduk padahal banyak tempat yang bisa dijadiin kursi. Kita itu sebenernya bisa Nikah, cuma satu solusinya salah satu dari kita pindah agama. That’s it.”

Ilham menarik nafas dan mengehembuskannya berusaha menenangkan diri. “Sis, kita udah bicarain ini puluhan kali, bahkan mungkin ratusan kali.”

“tapi ratusan kali pula kita hanya menemukan satu solusi, pindah agama cuma itu solusinya” Siska mulai terlihat emosi.

“Udahlah Sis, aku capek kalo ngomongin masalah ini, nggk akan ada habisnya.” Ilham berusaha menghindar.

“Aku juga capek Ham jalanin hubungan ini, capek untuk terus jalan, padahal kita udah tau endingnya tetep nggak bisa.” Siska terlihat murung dan kesal.

“Kamu bilang capek jalan terus padahal sudah tau endingnya tetep nggak bisa ? terus kenapa kamu mau pacaran sama aku ? kenapa nggak dari awal aja kamu nolak” Ilham mulai terpancing emosi.

Siska terlihat marah dan semakin emosi “Terus kenapa juga kamu ngajakin aku pacaran ? kamu kan udah tahu, hubungan ini nggak akan bisa berhasil.”

“Terus kenapa Tuhan nemuin aku sama kamu ? kenapa cuman kamu yang buat aku nyaman ? kenapa musti kita yang beda agama ? aku harus tanya ke siapa Sis ?.”

Siska terdiam mendengar ucapan Ilham, air mata mulai mengalir di pipinya. Rasa lelah karena berjalan mencari tempat duduk lenyap begitu saja, semua berganti dengan rasa perih yang bersarang di dadanya. Rasa perih yang menusuk-nusuk hingga ke dalam hatinya.

“Sis, kita sama-sama tahu, agama itu bukan permainan,  agama itu hubungan personal yang intim antara manusia dan Tuhan, …” Ilham berusaha merangkai kata-kata yang tepat “Aku nggk bisa korbanin Tuhan demi hubungan ini sis, begitupun dengan kamu kan ? Jadi lebih baik kita akhiri semuanya Sis.”

“Akhiri setelah kita berjalan cukup jauh ? kenapa nggak dari dulu Ham ?” Siska setengah berteriak. Beberapa orang memandang ke arah mereka berdua.

 Indiana Yanuar (2014)

3 komentar:

  1. Balasan
    1. Diki,,, aku baru sadar kamu comment, hehe endingnya terserah pembaca maunya gimana? :D

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus