Kehidupan ini
memang seperti roda. Roda yang terus berputar, bahkan saat Aku belum siap pun,
roda itu akan terus berputar. Terkadang aku jatuh terguling, karena roda itu
berputar begitu cepat dan aku belum siap untuk menerima kenyataan, namun kadang
aku tersenyum bahagia karena roda itu membuatku bisa terbang melayang dengan
semua keinginanku yang tercapai.
Kali ini roda
itu memainkan jariku, ya jari itu..., jariku, jari yang beberapa minggu lalu aku
ceritakan lewat sebuah cerita pada seorang sahabat http://adaduniaku.blogspot.co.id/2015/12/jari-seorang-sahabat-jari-seorang-aku.html
Beberapa minggu
yang lalu aku sangat kesal pada jariku, namun kali ini aku merasa kasihan pada
jariku. Jari itu kini benar-benar terpuruk. Aku bahkan telah mengikatnya, aku
tidak ingin dia bergerak bebas seperti beberapa bulan ini.
Jari itu kini
kecewa, kecewa padaku dan kecewa padanya. Kecewa padaku tentu saja karena aku
mengikatnya sangat erat, mungkin terlalu erat, sampai perih pun terasa. Aku
sengaja melakukan itu agar jariku tidak lagi mengirim pesan padanya, pada orang
yang pernah membuatku nyaman berada didekatnya. Sayangnya hanya kata pernah
yang pantas disematkan padanya, walaupun sebenarnya aku benci kata itu. Semua
yang ada padanya tak lebih dari sebuah harapan, harapan yang sekedar menjadi mimpi.
Aku tidak ingin jariku terus bermimpi karena itu aku mengikatnya.
Sekarang
jariku juga kecewa padanya, karena semua harapan dan mimpi itu telah hancur
berantakan. Entahlah kenapa jariku bermimpi terlalu tinggi, bahkan melebihi
mimpiku. Jari itu berharap terlalu besar, lagi-lagi melebihi harapanku. Kali
ini jari itu telah merasakan bagaimana rasanya diabaikan, bagaimana rasanya
dianggap tidak penting dan bagaimana rasanya ditolak.
Jari itu kini
hanya bisa diam dan melihat semua balasan yang tak lagi sama, semua jawaban
yang tak lagi seru, semua respon yang tak lagi membuat nyaman. Jari itu kini
diam dan menunggu, namun apa yang ditunggu pun tak akan pernah datang.
Aku mungkin
sedikit kejam telah melukai jariku sendiri, tapi hanya ini yang bisa aku
lakukan agar jariku sadar. Aku ingin jariku tahu, jika kehadirannya untuk
mengetik pesan sangat tidak diharapkan oleh orang itu dan semua hasil ketikan
pesannya mungkin telah mengganggu ketenangan orang itu. Orang yang “pernah”
membuatku merasa nyaman didekatnya.
“Terima kasih jari, setidaknya
kamu pernah membuatku memiliki sebuah harapan.”
Indiana
Yanuar (190116)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar